BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU 698. Gerhana Matahari Cincin dan Rukyah
Kita saksikan pada bola langit matahari dan bulan ibarat dua orang atlet berlomba lari. Dalam perlombaan itu matahari lebih cepat sedikit dari bulan. Pada waktu atlet matahari sedang berpapasan dengan bulan dalam ilmu falak disebut dalam keadaan ijtima' atau conjuction. Atlet matahari bergeser ke utara dan selatan, sehingga jarak titik terbenam bulan dengan titik terbenam matahari bervariasi. Kalau titik terbenam matahari berimpit dengan titik terbenam bulan pada waktu terjadi ijtima' maka bulan menutup matahari, terjadilah gerhana matahari penuh. Inilah yang terjadi pada hari Senin 3 Oktober 2005 dan dapat disaksikan gerhana berbentuk cincin yang lama. Mengapa berbentuk cincin?, karena pada waktu itu bulan sedang pada jarak yang cukup jauh dari bumi (orbit bulan agak lomjong), sehingga bulan tampak menjadi kekecilan, tidak dapat seluruhnya menutup matahari. Namun bagi penduduk di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) belumlah sempat kelihatan bentuk cicin itu, karena kedua benda langit tersebut keburu tenggelam, sehingga hanya sebagian piringan matahari bagian bawah yang ditutup oleh buian atas piringan bulan. Maka bagi penduduk di NAD bulan lebih dahulu terbenam dari matahari, sehingga tatkala bulan terbenam seluruhnya, matahari masih ada sebahagian di atas ufuk, itu berarti belum wujud bulan baru (hilal) di NAD. Pada malam Selasa itu di NAD masih bulan Sya'ban. Inilah yang unik. Di NAD orang dapat meru'yah bulan, namun hilal belumlah wujud. Malam Rabu barulah masuk 1 Ramadhan. Makin ke barat atlet matahari makin mempunyai kesempatan mendahului atlet bulan terbenam. Maka di Makkah atlet matahari sudah meninggalkan atlet bulan di belakangnya. Atlet matahari lebih dahulu terbenam, meninggalkan atlet bulan di atas ufuk, maka wujudlah hilal di Makkah. Malam Selasa masuklah 1 Ramadhan. Maka demikianlah di Makkah orang lebih dahulu satu hari berpuasa.
Adapun di sebelah timur NAD, termasuk di Makassar ini atlet matahari belumlah menyusul atlet bulan, artinya atlet matahari masih ada di belakang, sehingga atlet bulan lebih dahulu terbenam, hilal belumlah wujud, malam Selasa masih bulan Sya'ban, maka malam Rabu barulah masuk 1 Ramadhan. Kita yakin betul para pakar dalam Lembaga rukyah dan hisab di Makassar ini, sangat faham betul bahwa pada malam Selasa itu di Makassar ini hilal belum wujud, karena gerhana matahari itu sudah dipublikasikan secara luas oleh media grafika, di NAD orang sudah merukyah bulan, namun hilal belumlah wujud, seperti dipaparkan di atas.
***
Sabda RasuluLlahi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Man Shaama Ramadhaana Iymanan waHtisaaban Ghufiralahu Maa Taqaddama min Dzanbihi. Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan introspeksi diampuni dosanya yang telah lalu.
Maka introspeksi itu antara lain, buat apa kita di Makassar ini pergi merukyah bulan, pergi makan-makan dan membagi-bagi emplop, bukankah anggaran untuk merukyah itu lebih patut dialihkan oleh Panitia menjadi "subsidi rukyah" mengikuti jejak kebijakan "subsidi BBM" bagi fakir muskin? Dalam konteks melacak fakir miskin yang berhak memperolah "subsidi BBN" ini, saya menyatakan protes kepada yang bertugas melacak daerah sebelah belakang (timur) STM jalan Sunu. Mengapa saya protes, karena saya tahu berul seorang hamba Allah yang malang bernama Bacok Bassek, yang rumahnya antara STN dengan Masjid Syura, ia miskin, buta kedua matanya, kaki kanannya telah buntung bekas amputasi, kaki kirinya sudah hampir lumpuh seluruhnya, bukan pensiunan, tidak memperoleh kesempatan untuk mendapatkan rezeki dari "subsidi BBM". Oleh sebab itu wahai para petugas yang melacak fakir miskin dalam konteks "subsidi BBM", perlulah introspeksi, hindarkanlah diri dari YKDzB BALDYN, dibaca yukadzdzibu biddi-n, artinya mendustakan agama, karena salah satu kriteria mendustakan agama adalah:-- WLA YhDh ALY Rh'AAM ALMSKYN (S. ALMA'AWN, 107:3), dibaca: wala- yahudhdhu 'ala- tha'a-mil miski-n (s. alma-'u-n), artinya: Dan tiada menyuruh memberi makan orang-orang miskin. "Tiada menyuruh", artinya membiarkan fakir miskin yang berhak mendapatkan rezeki dari "subsidi BBM", tidak terlacak. WaLlahu a'lamu bisshawab. *** Makassar, 16 Okrober 2005
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
No comments:
Post a Comment